phone: +361 5531030
e-mail: semangatyudi@yahoo.com

Premanisme Manis Ala Tukang Parkir

Parkir. Adalah hal yang tak kunjung usai dibahas oleh masyarakat. Kebanyakan adalah hujatan ketimbang pujian. Sistem perparkiran yang tidak disertai dengan pengawasan membuat parkir bukan sebagai tempat penitipan kendaraan tetapi lebih mengarah pada lahan untuk pungutan liar bahkan pemerasan.

Parkir sejatinya adalah sewa tempat kepada pemerintah kota untuk meletakkan kendaraan bermotor dalam jangka waktu tertentu. Petugas parkir bertanggung jawab atas pengaturan tempat dan juga pembayaran sewa sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. Itu artinya petugas parkir adalah perpanjangan tangan dari pemerintah untuk memungut retribusi pada masyarakat.

Itu adalah pengertian secara ideal. Bagaimana dengan fakta di lapangan?

Penerapan parkir ternyata tidak hanya di ruang yurisdiksi pemerintah, tetapi juga di ruang privat yang kemudian disulap menjadi lahan pungli berkedok parkir. Tengoklah toko - toko di mana ada halaman yang cukup luas di depan toko tersebut. Berapa rupiah yang anda gelontorkan untuk petugas parkir untuk membayar tarif parkir? Saya yakin setidaknya tarif yang ditetapkan 50% lebih tinggi dibanding tarif tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Sebagai ruang privat, pemerintah seperti tidak punya kuasa atas ruang tersebut. Seolah ruang tersebut kebal hukum atau tak ada hukum yang mampu mengaturnya.
Keganasan pungli tak hanya berhenti di ruang privat. Sebuah perhelatan kerap dimanfaatkan untuk mencari kesempatan pungli. Ruang yang semestinya tidak dipungut retribusi parkir, tiba - tiba dibuatkan ruang dengan sengaja dan dikutip parkir dengan tarif 200% tanpa ada bukti retribusi apalagi jaminan keamanan.

Saya yakin, seluruh lapisan masyarakat kota pernah mengalami. Mungkin hanya sang walikota yang tidak mengalami pungli atau bahkan parkir. Beliau dengan lantang menyuarakan pemberantasan pungli, tapi apakah beliau benar - benar mengerti akar persoalan pungli tersebut?

Bagaimana dengan Anda? Apakah anda mau nurut saja seperti kerbau yang dicocok hidungnya dan diseret kesana kemari oleh sang tani?

Sebagai masyarakat kota dan juga konsumen (dalam hal ini konsumen ruang parkir), kita berhak untuk menerima bukti pembayaran atas parkir yang kita lakukan. Kita juga berhak untuk parkir atau tidak parkir di ruang - ruang ilegal untuk parkir tersebut. Bila kita bersikeras untuk parkir di ruang ilegal, maka tindakan ilegal lah yang akan kita dapatkan. Bila kita parkir di ruang yang resmi, maka sudah semestinya kita menuntut apa yang menjadi hak kita.
Sudah bayar, kok yang memungut nggak mau tanggung jawab atas sesuatu yang kita titipkan???
Mari lawan!

0 komentar: