Dunia orang dewasa itu adalah sebuah panggung
besar dengan unfair treatment yang menyakitkan bagi mereka yang dibesarkan
dalam kemudahan dan alam yang protektif. Kemudahan-kemudahan yang didapat pada
usia muda akan hilang begitu seseorang tamat SMU.
Di dunia kerja, keadaan yang lebih menyakitkan akan mungkin lebih banyak lagi
ditemui. Fakta-fakta akan sangat mudah Anda temui bahwa tak semua orang, yang
secara akademis hebat, mampu menjadi pejabat atau CEO. Jawabannya hanya satu: hidup seperti ini sungguh menantang.
Tantangan-tantangan itu tak boleh membuat seseorang cepat menyerah atau secara
defensif menyatakan para pemenang itu "bodoh", tidak logis, tidak
mengerti, dan lain sebagainya. Berkata bahwa hanya kitalah orang yang pintar,
yang paling mengerti, hanya akan menunjukkan ketidakberdayaan belaka. Dan
pernyataan ini hanya keluar dari orang pintar yang miskin perspektif, dan
kurang menghadapi ujian yang sesungguhnya.
Dalam banyak kesempatan, kita menyaksikan banyak orang-orang pintar menjadi
tampak bodoh karena ia memang bodoh mengelola kesulitan. Ia hanya pandai
berkelit atau ngoceh-ngoceh di belakang panggung, bersungut-sungut karena kini
tak ada lagi orang dewasa yang mengambil alih kesulitan yang ia hadapi.
Di Universitas Indonesia, saya membentuk mahasiswa-mahasiswa saya agar berani
menghadapi tantangan dengan cara satu orang pergi ke satu negara tanpa ditemani
satu orang pun agar berani menghadapi kesulitan, kesasar, ketinggalan pesawat,
atau kehabisan uang.
Namun lagi-lagi orangtua sering mengintervensi mereka dengan mencarikan travel
agent, memberikan paket tur, uang jajan dalam jumlah besar, menitipkan
perjalanan pada teman di luar negeri, menyediakan penginapan yang aman, dan
lain sebagainya. Padahal, anak-anak itu hanya butuh satu kesempatan: bagaimana
menghadapi kesulitan dengan caranya sendiri.
Hidup yang indah adalah hidup dalam alam sebenarnya, yaitu alam yang
penuh tantangan. Dan inilah esensi perekonomian abad ke-21: bergejolak,
ketidakpastian, dan membuat manusia menghadapi ambiguitas. Namun dalam kondisi
seperti itulah sesungguhnya manusia berpikir. Dan ketika kita berpikir,
tampaklah pintu-pintu baru terbuka, saat pintu-pintu hafalan kita tertutup.
0 komentar: